Hukum Meletakkan Nama Suami Di Belakang Nama Isteri


Assalamualaikum ...

Dengan lafaz Bismillah . Di negara- negara barat setiap wanita yang telah menikah , mereka menggantikan nama belakang mereka dengan nama suaminya . Isteri Barrack Obama: Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson dan lain-lain. Perkara ini telah menjadi ikutan para muslimin . Banyak saya menemui sama ada di dalam blog mahu pun facebook , orang - orang kita yang Muslim juga melakukannnya . Untuk lebih jelas tentang hukum meletakkan nama suami di belakang nama isteri , marilah kita sama - sama baca penerangan di bawah . 


 Hukum Meletakkan Nama Suami Di Belakang Isteri



Pendapat para ulama tentang masalah ini?

Fatwa Lajnah Da’imah:

Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’ juz 20 halaman 379.

Pertanyaan :

Telah umum di sebahagian negara, seorang wanita muslimah setelah menikah menisbatkan namanya dengan nama suaminya atau laqobnya. Misalnya: Zainab menikah dengan Zaid, Apakah boleh baginya menuliskan namanya : Zainab Zaid? Ataukah hal tersebut merupakan budaya barat yang harus dijauhi dan berhati-hati dengannya?

Jawab :

Tidak boleh seseorang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapa-bapa mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 5]

Sungguh telah datang ancaman yang keras bagi orang yang menisbatkan kepada selain ayahnya. Maka dari itu tidak boleh seorang wanita menisbatkan dirinya kepada suaminya sebagaimana adat yang berlaku pada kaum kuffar dan yang menyerupai mereka dari kaum muslimin.

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’  

Fatwa Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah

Pertanyaan :

Apakah boleh seorang wanita setelah menikah melepaskan nama keluarganya dan mengambil nama suaminya sebagaimana orang barat?

Jawab :

Hal itu tidak diperbolehkan, bernasab kepada selain ayahnya tidak boleh, haram dalam Islam. Haram dalam islam seorang muslim bernasab kepada selain ayahnya baik laki-laki atau wanitaDan baginya ancaman yang keras dan laknat bagi yang melakukannya iaitu yang bernasab kepada selain ayahnya hal itu tidak boleh selamanya.

Dari kaset Syarh Mandhumatul Adab Syaikh al-Fauzan Hafidhahullah


Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus hafidzohulloh

Pertanyaan :

Apakah wajib secara syar’i bagi seorang wanita menyertakan nama suaminya atau seboleh mungkin tetap menggunakan nama aslinya?

Jawab :

Tidak boleh dari segi nasab seseorang bernasab kepada selain nasabnya yang asli atau mengaku keturunan dari yang bukan ayahnya sendiri. Sungguh islam telah mengharamkan seorang ayah mengingkari nasab anaknya tanpa sebab yang benar secara ijma’.

Allah berfirman :

ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Dan sabda nabi S.A.W :

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً

“Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”

Dikeluarkan oleh Muslim dalam al-Hajj (3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma ja’a fiman tawalla ghaira mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.

Dan dalam riwayat yang lain :

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ، فَالجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ 

“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”

Dikeluarkan oleh Bukhori dalam al-Maghozi bab : 
Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam “al-Iman” (220), 
Abu Dawud dalam “al-Adab” 
(bab Bab Seseorang mengaku keturunan dari yang bukan bapaknya (5113)  
Ibnu Majah dalam (al-Hudud) bab : 
Bab orang yang mengaku keturunan dari yang bukan bapaknya atau berwali kepada selain walinya (2610)  
Ibnu Hibban (415) dan Darimi (2453) dan Ahmad (1500) dan hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh dan Abu Bakroh rodhiyallohu anhuma.

Maka tidak boleh dikatakan : Fulanah bintu Fulan sedangkan ia bukan anaknya, tetapi boleh dikatakan : Fulanah zaujatu Fulan (Fulanah istrinya si Fulan) atau tanggungannya si Fulan atau wakilnya Fulan. Dan jika tidak disebutkan idhafah-idhafah ini dan hal ini sudah diketahui & biasa maka sesungguhnya apa-apa yang berlaku dalam adat, itulah yang dipertimbangkan dalam syari’at .

والعلمُ عند الله تعالى، وآخر دعوانا أنِ الحمد لله ربِّ العالمين، وصلى الله على نبيّنا محمّد وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، وسلّم تسليمًا

Makkah, 4 Syawwal 1427 H Bertepatan dengan 16 Oktober 2006 M

Lalu, Bagaimana yang disyariatkan?

Yang disunnahkan adalah menggunakan nama kunyah (baca: kun-yah), sebagaimana telah tsabit dalam banyak hadits, dan ini jelas lebih utama daripada menggunakan laqob/julukan-julukan yang berasal dari adat barat ataupun ‘ajam. Sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihahna. 132 :

Rosululloh shollallohu alahi wa sallam bersabda :

اكْتَنِي [بابنك عبدالله – يعني : ابن الزبير] أَنْتِ أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ

“Berkun-yahlah [dengan anakmu –yakni: Ibnu Zubair] kamu adalah Ummu Abdillah” [Lihat ash-Shohihah no. 132]

Dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad : haddatsana Abdurrozzaq (bin Hammam, pent), haddatsana Ma’mar (bin Rosyid, pent) dari Hisyam (bin ‘Urwah, pent), dari bapaknya (Urwah bin Zubair, pent) : bahwa ‘Aisyah berkata kepada Nabi shollallohu alaihi wa sallam :

يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّ نِسَائِكَ لَهَا كُنْيَةٌ غَيْرِي فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فذكره بدون الزيادة

“Wahai Rasulullah, semua isterimu selain aku memiliki kun-yah(Gelar/panggilan)”, lalu Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda kepadanya : (lalu beliau menyebutkan hadits ini tanpa tambahan).

Berkata (Urwah, pent) : Ketika itu ‘Aisyah disebut sebagai Ummu Abdillah sampai ia meninggal dan ia tidak pernah melahirkan sama sekali.

Berdasarkan hadits ini, disyariatkan berkun-yah walaupun seseorang tidak memiliki anak, ini merupakan adab Islami yang tidak ada bandingannya pada ummat lainnya sejauh yang aku ketahui. Maka sepatutnya bagi kaum muslimin untuk berpegang teguh padanya, baik laki-laki mahupun wanita, dan meninggalkan apa yang masuk sedikit demi sedikit kepada mereka dari adat-adat kaum ‘Ajam seperti al-Biik (البيك), al-Afnadi (الأفندي), al-Basya (الباشا), dan yang serupa itu seperti al-Misyu (المسيو), as-Sayyid (السيد), as-Sayyidah (السيدة), dan al-Anisah (الآنسة), ketika semua itu masuk ke dalam Islam. Dan para fuqaha’ al-Hanafiyyah telah menegaskan tentang dibencinya al-Afnadi (الأفندي) karena di dalamnya terdapat tazkiyah, sebagaimana dalam kitab ‘Hasyiyah Ibnu Abidin’. Dan Sayyid hanya saja dimutlaqkan atas orang yang memiliki kepemimpinan atau jabatan, dan pada masalah ini terdapat hadits (قوموا إلى سيدكم) 

“Berdirilah kepada (tolonglah, pent) sayyid kalian”, dan telah berlalu pada nombor 66 (dalam ash-Shahihah, ) dan tidak dimutlakkan atas semua orang kerana ini juga masuk pada bentuk tazkiyah.

Faidah :

Adapun hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu anha bahwa bahwa ia mengalami keguguran dari Nabi s.a.w, lalu ia menamainya (janin yang gugur tersebut) Abdullah, dan ia berkun-yah dengannya, maka hadits tersebut bathil secara sanad dan matan. Dan keterangannya ada pada adh-Dha’ifah jilid ke-9. -

Maroji‘:
alifta.net – Fatwa Lajnah Da’imah
Sahab.net – Fatwa Syaikh Sholeh Fauzan
Ferkous.com – Fatwa Syaikh Farkus
Tholib.wordpress.com – Perkataan Syaikh al-Albani




* NOTA : 

Bukan niat untuk menyinggung sesiapa . 
Sekadar untuk berkongsi untuk kebaikan bersama . 
Sekiranya ada yang terasa hati ... 
" saya dengan rendah hati memohon maaf " . 
Semoga memberi manfaat kepada semua 

3 Responses to "Hukum Meletakkan Nama Suami Di Belakang Nama Isteri"

  1. pernah terbaca pasal ni juga
    ada juga kawan-kawan yang buat
    tak tahu camne nak tegur

    ReplyDelete
  2. Moga kita tak mudah mengikut budaya luar lagi...

    ReplyDelete

TERIMA KASIH SUDI KOMEN ... INSHAA ALLAH SAYA AKAN KOMEN DI BLOG ANDA JUGA ...